Postingan ini memaparkan bahwa ada
perbedaan pada berbagai aspek yang dominan dalam pengaplikasian teknologi
pracetak di Indonesia bila dibandingkan dengan apa yang telah dilaksanakan di
negara maju.
Hal itu dapat ditinjau dari berbagai macam
sudut pandang, seperti perencanaan (tahap perencanaan dan metode analisis),
sistem struktur (tipe struktur), produksi (metode produksi, bahan cetakan),
transportasi (alur transportasi, sistem transportasi, mode transportasi),
erection (metode pemasangan, berat maksimum komponen, peralatan yang digunakan
dalam pemasangan, kemampuan pemasangan komponen pracetak, jumlah pekerja),
koneksi (enis metode penyatuan beton, penyatuan tulangan), perbaikan (metode
perbaikan), biaya (reduksi biaya), waktu (reduksi durasi konstruksi), dan mutu
(tingkat kerusakan).
Aspek Perencanaan
Proses aplikasi teknologi pracetak diawali
dengan perencanaan. Hal ini tidak berbeda dengan pelaksanaan dengan cara-cara
konvensional. Langkah awalnya adalah melakukan perencanaan arsitektur yang
kemudian dilanjutkan dengan perencanaan struktur oleh ahli sipil/ konstruktor.
Apa yang dilakukan ini tidak berbeda antara
yang terjadi di Indonesia dengan di negara maju. Cara analisisnya pun tidak
berbeda, yaitu dengan menggunakan metode elastic design.
Aspek Sistem Struktur
Ada perbedaan yang cukup besar antara di
Indonesia dengan di negara lain, khususnya pada tipe struktur yang digunakan.
Di negara maju digunakan struktur rangka kolom menerus, struktur rangka kolom
sambungan, struktur rangka yang berupa unit portal, sedangkan yang digunakan di
Indonesia adalah tipe struktur open frame dengan pelat lantai pracetak.
Perbedaan terjadi dikarenakan perkembangan
teknologi beton pracetak di Indonesia baru dalam tahap dimulai sehingga untuk
mengaplikasikan seluruh komponen struktur menjadi unit pracetak dibutuhkan
tahapan waktu tertentu.
Sementara ini komponen yang diaplikasikan
pada bangunan hanya berupa plat lantai dengan pendukung rangka terbuka (open
frame).
Aspek Produksi
Cara memproduksi komponen beton pracetak dipengaruhi
oleh metode produksi dan bahan cetakan. Perbedaan antara negara maju dengan di
Indonesia adalah pada cara-cara proses produksi komponen tersebut.
Negara-negara maju menggunakan sistem
stationary production, slipfonn production, Jlow-line production, Indonesia
menggunakan sistem stationary production dan slip-fonn production.
Metode produksi stationary production
digunakan untuk memproduksi komponen balok pracetak sedangkan slip-form
procluction digunakan untuk memproduksi komponen pelat beton pracetak (Hollow
Core Slab).
Pemakaian Jlowline production tidak
diaplikasikan di Indonesia karena metode ini cocok untuk memproduksi komponen
dalam jumlah besar, di mana komponen bergerak sepanjang proses produksi yang
diperlukan (misal memproduksi komponen atap).
Dilihat dari bahan cetakan yang digunakan,
negara-negara maju menggunakan besi, kayu, atau plastik sedangkan di Indonesia
menggunakan besi.
Material besi digunakan karena bahan ini
hampir memenuhi semua persyaratan cetakan (volume stabil, dapat digunakan
berulang kali dengan biaya perawatan yang rendah, mudah dipindahkanlrelatif,
rapat air, daya lekat terhadap beton rendah, dan mudah disesuaikan dengan
kebutuhan).
Aspek Transportasi
Cara memindahkan komponen beton pracetak
dari lokasi pembuatan ke lokasi di mana komponen tersebut akan digunakan
dipengaruhi oleh jalur transportasi, sistem transportasi, dan mode
transportasinya.
Di negara maju pada umumnya jalur
transportasi yang digunakan adalah jalan raya, jalan baja (rel), dan jalur laut
sementara di Indonesia pada umunmya menggunakan jalur jalan raya.
Pertimbangan menggunakan jalan raya adalah
karena jaringan jalan raya lebih luas dibandingkan jalan rel, sedangkan jalur
laut digunakan jika harus mentransportasikan komponen tersebut keluar pulau.
Sistem transportasi yang digunakan di
Indonesia adalah sistem horisontal sedangkan negara maju menggunakan sistem
horisontal dan sistem vertikal. Hal ini karena jenis truk yang tersedia di
Indonesia adalah truk trailer/flatbed truck, dan lebih efisien bila ditinjau
dari penataannya.
Mode transportasi yang digunakan tentu
disesuaikan dengan jalur transportasi yang digunakan. Di negara maju digunakan
Jlatbed truck, kereta api, dan kapal laut sedangkan di Indonesia truk bak
terbuka, dan Jlatbed truck.
Pertimbangan pemilihan mode transportasi
ini adalah karena keleluasaan bergerak ke segala tempat sehingga proses
handling hanya perlu terjadi pada saat pemuatan dan pembongkaran. Ini tentu
saja lebih ekonomis.
Aspek Erection
Cara penyatuan komponen beton pracetak
dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu metode pemasangan, berat maksimum komponen
pracetak, peralatan pemasangan, kemampuan pemasangan komponen beton pracetak
dan jumlah pekerja yang dibutuhkan.
Baik di negara maju mauprm di Indonesia
menggunakan metode pemasangan yang sama, yaitu metode vertikal dan horisontal.
Metode vertikal digunakan jika struktur open frame telah selesai dilaksanakan.
Bila pelaksanaan antara struktur open frante dengan pemasangan pelat pracetak
beriringan maka menggunakan metode horisontal.
Terjadi perbedaan yang besar antara di
negara maju dengan di indonesia dalam hal berat komponen beton pracetak. Di
negara maju, maksirnum berat komponen beton pracetak mencapai 11 ton sedangkan
di Indonesia hanya 2 ton, karena pertimbangan kemampuan produsen dalam
memproduksi, kapasitas peralatan handling, kemampuan jalur transportasi,
peralatan pemasangan yang tersedia, dan mudah didapatkan.
Jika kendala ini dapat diatasi maka berat
komponen tentu dapat ditingkatkan. Tentang aspek alat yang digunakan juga
terladi perbedaan yang cukup besar, yaitu dalam hal jenis dan kapasitasnya.
Di negara maju digunakan fixed tower crane,
monorailsystem, guy derrick, mobile crane; kapasitas maksimum 30 ton. Sedangkan
di Indonesia digunakan tower crane, mobile crane kapasitas maksimum 20 ton.
Pemilihan jenis peralatan berupa tower
crane didasarkan pada kemudahan pengadaan, jangkauan yang memadai baik secara
vertikal maupun horisontal, dan kapasitas angkat yang mencukupi.
Kemampuan untuk menyatukan komponen-komponen
beton pracetak juga berbeda. Negara maju + 150 ton/hari sedangkan di Indonesia
+ 51 ton/hari. Hal ini terjadi karena perbedaan dalam kemampuan peralatan yang
tersedia; perbedaan variasi komponen yang di-erection.
Di Indonesia, jenis komponen yang di-erection
hanya komponen pelat lantai saja sedangkan di negara maju berupa komponen
balok, kolom, peIat, unit tangga; dan tingkat produktivitas pekerja yang
berbeda. Jumlah pekerja yang dibutuhkan untuk proses erection untuk kedua
negara adalah sama, yaitu lima orang untuk setiap tim kerja.
Aspek Koneksi
Cara menyatukan dua atau lebih komponen
beton pracetak dibedakan menjadi dua. Pertama, cara menyatukan material beton
dan yang kedua adalah cara menyatukan material baja tulangan.
Proses penyatuan material beton di negara
maju adalah sambungan basah (in-situ concrete joint), sambungan kering (las,
baut, pin, prestress), sedangkan di Indonesia digunakan sambungan basah
(in-situ concrete joint) dan sambungan kering (las).
Pemilihan sambungan basah disebabkan oleh
kemudahan pengadaan materialnya, menghasilkan struktur yang monolit dan
kemudahan dalam pengerjaannya.
Proses penyatuan material baja di negara
maju overlapping, coupler, las sedangkan di Indonesia adalah 1as karena
kemudahan pengerjaannya dan murah.
Aspek Perbaikan
Tidak jarang komponen beton pracetak
mengalami kerusakan yang timbul pada saat produksi, transportasi, ataupun
erection. Jika hal ini terjadi maka direkomendasi untuk tidak digunakan.
Dengan kata lain komponen yang telah rusak
tidak dapat diperbaiki; atau kerusakan komponen pracetak dapat diperbaiki jika
menurut penilaian tenaga ahli tipe kerusakan itu dinyatakan tidak membahayakan.
Aspek Biaya
Efisiensi pemakaian teknologi pracetak jika
dibandingkan dengan caracara konvensional dalam ha1 reduksi biaya konstruksi
adalah sebagai berikut: Di negara maju, teknologi ini mampu mereduksi sebesar
10% sedangkan di Indonesia diyakini bahwa teknologi ini mampu mereduksi biaya.
Hanya saja sampai sekarang belum terdapat
kejelasan tentang besarnya reduksi. Reduksi biaya terjadi karena reduksi
pemakaian bekisting reduksi jumlah pekerja, reduksi biaya overhead karena
kecepatan pelaksanaannya.
Aspek Waktu
Efisiensi pemakaian teknologi pracetak jika
dibandingkan dengan cara-cara konvensional dalam hal reduksi waktu konstruksi
adalah sebagai berikut: Di negara maju teknologi ini mampu mereduksi sebesar 50%
sedangkan di Indonesia diyakini bahwa teknologi ini mampu mereduksi sebesar
25%.
Reduksi waktu hanya 25% disebabkan tipe
komponen beton pracetak yang diproduksi hanya pelat lantai saja sementara di
negara maju hampir semua komponen diproduksi secara pracetak. Reduksi waktu
pelaksanaan didapatkan dari kegiatan pemasangan komponen.
Aspek Mutu
Mutu bangunan yang
dihasilkan dari kedua teknologi jika ditinjau dari tingkat kerusakannya adalah
sebdgai berikut: Di negara maju, teknologi pracetak tidak menimbulkan kerusakan
sedangkan di Indonesia kerusakan yang ditimbulkan akibat teknologi pracetak
adalah 5% per tahun.
0 Response to "Perbedaan Pengaplikasian Beton Pracetak Indonesia Dan Negara Maju"
Post a Comment