Setelah mempelajari penegertian sambungan
basah dan kering pada tulisan sebelumnya. Pada tulisan ini memaparkan
perbandingan jenis alat sambung pada komponen beton pracetak. Tulisan ini
merupakan bagian dari bab system koneksi pada mata kuliah beton dan teknologi
bahan konstruksi.
Perbandingan Jenis-Jenis Alat Sambung
Dari berbagai cara penyambungan komponen
beton pracetak, masing-masing mempunyai karakteristik yang berbeda, yang secara
garis besar dapat disajikan dalam Tabel berikut ini.
Tabel Perbandingan
Jenis-Jenis Alat Sambung
Deskripsi | In-Situ Concrete Joints | Sambungan Baut Dan Las | Sambungan Prestressed |
---|---|---|---|
Keutuhan Struktur | Monolit | Tidak Monolit | Monolit |
Waktu Yang DIbutuhkan agar sambungan dapat berfungsi secara efektif | Perlu setting time | Segera dapat berfungsi | Perlu setting time |
Metode erection yang sesuai | Metode horizontal | Metode vertical | Metode horizontal |
Jenis sambungan | Basah | Kering | Basah |
Ketinggian banguan | - | Maksimal 25 meter | - |
Waktu pelaksanaan | Lebih lama karena membutuhkan waktu untuk setting time | Lebih cepat 25%-40% bila dibandingkan dengan in-sute concrete joints | Lebih lama karena membutuhkan waktu untuk setting time |
Toleransi dimensi | Lebih tinggi bila dibandingkan dengan sambungan baut dan las | Rendah, sehingga dibutuhkan akurasi yang tinggi selama proses produksi dan erection | Lebih tinggi bila dibandingkan dengan sambungan baut dan las |
Bentang dari struktur yang mampu didukung | Terbatas | Terbatas | Bentang lebar |
Pada sistem sambungan yang menyatukan
komponen pelat lantai dengan komponen balok digunakan sambungan basah (in-situ
concrete joint) sedangkan untuk menyatukan tulangan digunakan las.
Alasan utama penggunaan sambungan basah
adalah karena dapat menghasilkan struktur yang monolit sehingga struktur
bangunan menjadi lebih kaku.
Sedangkan alasan yang lain adalah karena
sistem ini mudah dikerjakan oleh pelaksana konstruksi serta biaya yang
dibutuhkan relatif lebih murah. Pemakaian jenis sambungan ini memerlukan
setting time bagi beton sehingga sambungan pada lantai tidak dapat segera
berfungsi.
Konsekuensi dari pemakaian sambungan basah
adalah harus menggunakan metode pemasangan secara horizontal. Hal ini dilakukan
untuk memberi cukup waktu bagi pengerasan sambungannya.
Namun demikian harus dipertimbangkan pula
luas bangunan yang akan dipasang karena dengan luas yang relatif sempit maka
pekerjaan pemasangan akan selesai kurang dari jam kerja setiap harinya.
Jika kondisi demikian terjadi maka
pemakaian sambungan basah tidak elektif sehingga harus dipilih alternatif lain.
Penggunaan sambungan kering pada penyatuan komponen beton pracetak terutama
pelat lantai dengan balok sampai saat ini jarang digunakan.
Hal ini karena monolitas struktur kurang
dapat dicapai. Lain hanya digunakan pada penyatuan tulangan pelat lantai (baik
arah longitudinal maupun transversal), dan selanjutnya dilakukan pengecoran
untuk melindungi tulangan dari korosi.
Keunggulan dari sistem sambungan ini adalah
langsung dapat berfungsi secara efektif sehingga metode pemasangan yang
digunakan dapat dipilih antara metode horizontal atau vertikal atau kombinasi
dari keduanya.
Metode sambungan ini efektifuntuk bangunan
gedung dengan luas iantai yang relatif kecil karena dengan sambungan ini
kegiatan pemasangan dimungkinkan untuk mencapai beberapa lantai dalam satu hari
(iika sumberdaya memungkinkan).
Karena jenis komponen beton pracetak yang
digunakan di Indonesia terbatas hanya pada pelat lantai, sedangkan struktur
rangka yang digunakan adalah open frame (pelaksanaan di lapangan dengan cara
tradisional) maka tidak terjadi korelasi antara pemilihan jenis sambungan
dengan pemilihan metode pemasangan.
Kondisi demikian sangat dipengaruhi oleh
kemampuan kontraktor dalam menyelesaikan rangka bangunan sehingga layak
dibebani oleh pelat pracetak. Dengan sistem yang ini metode pemasangan yang
harus digunakan oleh kontraktor adalah metode horizontal. Pertimbangan
pemakaian ini didasarkan oleh hal-hal sebagai berikut:
- Pelaksanaan
pekerjaan open frame dilaksanakan pada setiap lantai (arah horizontal) sehingga
pekerjaan beton yang dikerjakan lebih awal akan mengeras lebih cepat kemudian
diikuti pekerjaan selanjutnya. Pelaksanaan pemasangan pelat pracetak harus
mengikuti urutan pelaksanaan balok-kolom.
- Lantai setelah
pekerjaan balok-kolom (cara tradisional) harus segera berfungsi, karena lantai
ini harus segera Snendukung bekisting balok dan kolom lantai selanjutnya. Untuk
mempercepat pelaksanaan struktur bangunan maka pekerjaan pemasangan lantai
pracetak selalu mengikuti pekerjaan balok-kolom cara tradisional (tentunya
menunggu sampai kekuatannya layak dibebani).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
pelaksanaan pekerjaan bangunan gedung yang menggunakan pelat pracetak harus
selalu menggunakan metode pemasangan secara horizontal jika hendak mereduksi
durasi konstruksinya.
Sistem sambungan basah yang diaplikasikan
pada struktur pelat pracetak (HCS) dibedakan menjadi 2 (dua) lokasi, yaitu
lokasi pada perletakan dan lokasi sambungan arah langitudinal. Sambungan pada
daerah perletakan bertujuan untuk memindahkan/meneruskan beban vertikal dari
pelat lantai ke balok, untuk kondisi normal ataupun tidak normal (bila terjadi
kebakaran).
Sistem ini dapat diaplikasikan pada balok
yang terbuat dari beton ataupun dari baja. Untuk menyatukan komponen pelat
dengan balok, pada ujung pelat terdapat celah yang berfungsi untuk pengecoran
beton. Jumlah celah ini dapat dibedakan menjadi 2 (dua). Pertama, celah normal
dan yang kedua, celah banyak.
Sambungan longitudinal adalah sambungan
yang berada pada sisi memanjang (tegak lurus perletakan) pelat. Sambungan ini
menyatukan antara pelat beton pracetak dengan balok ataupun dinding. Tujuan
utama sambungan longitudinal pelat dengan balok ataupun dinding adalah untuk
mengatasi gaya-gaya geser yang terjadi.
0 Response to "Perbandingan Jenis Alat Sambung Beton Pracetak"
Post a Comment