Perumahan Permukiman
Tradisional merupakan suatu tempat kehidupan yang utuh dan bulat yang berpola
tradisional yang terdiri dari 3 unsur, yaitu: unsur kahyangan tiga (pura desa),
unsur krama desa (warga), dan karang desa (wilayah) dengan latar belakang norma-norma
dan nilai-nilai tradisional yang melandasinya.
Perumahan Permukiman Tradisional tersebut
pada prnsipnya dilandasi oleh konsepskonsepsi seperti hubungan yang harmonis
antara Bhuana Agung dengan Bhuana Alit, Manik Ring Cucupu, Tri Hita Karana, Tri
Angga, Hulu-Teben sampai kepada melahirkan tata nilai Sanga Mandala yang
memberi arahan tata ruang, baik dalam skala rumah (umah) maupun perumahan
(desa). Dalam kajian ini, konsep-konsep tersebut dirumuskan ke dalam empat
atribut atau aspek dalam perumahan permukiman tradisional, yaitu aspek sosial,
simbolis, morfologis dan fungsional.
Definisi Pemukiman Dan Tata Ruang
Menurut Sinulingga permukiman adalah
gabungan empat elemen pembentuknya terdiri dari lahan, prasarana, rumah dan
fasilitas umum, dimana lahan adalah lokasi untuk permukiman. Sedangkan Menurut
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992, permukiman adalah lingkungan hidup di luar
kawasan lindung, baik kawasan perkotaan maupun perkotaan sebagai lingkungan
hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.
Kemudian, pola pemukiman Menurut Prasetyanti:
1) Sempit
Yaitu memperhatikan susunan dan penyebaran
bangunan (rumah, gedung, sekolah, kantor dan pasar).
2) Luas
Adalah memperhatikan bangunan, jaringan
jalan dan pekarangan menjadi sumber penghasilan penduduk.
Menurut Rapoport, pengertian tata ruang
merupakan lingkungan fisik tempat terdapat hubungan organisatoris antara
berbagai macam objek dan manusia yang terpisah dalam ruang-ruang tertentu.
Ketataruangan secara konsepsual menekankan pada proses yang saling bergantung
antara lain:
1) Proses yang
mengkhususkan aktivitas pada suatu kawasan sesuai dengan hubungan fungsional
tersebut
2)
Proses pengadaan
ketersediaan fisik yang menjawab kebutuhan akan ruang basi aktivitas seperti
bentuk tempat kerja, tempat tinggal, transportasi dan komunikasi
3)
Proses pengadaan dan
penggabungan tatanan ruang ini antara berbagai bagian-bagian permukaan bumi di
atas, yang mana ditempatkan berbagai aktivitas dengan bagian atas ruang
angkasa, serta kebagian dalam yang mengandung berbagai sumber daya sehingga
perlu dilihat dalam wawasan yang integratik.
Menurut Machmud, rumah tradisional dapat
diartikan sebuah rumah yang dibangun dengan cara yang sama oleh beberapa
generasi. Istilah lain untuk rumah tradisional adalah rumah adat atau rumah
rakyat.
Perumahan Pemukiman Tradisional
Terwujudnya pola perumahan tradisional
sebagai lingkungan buatan sangat terkait dengan sikap dan pandangan hidup
masyarakat, tidak terlepas dari sendi-sendi adat istiadat, kepercayan
dan sistem religi yang melandasi aspek-aspek kehidupan. Peranan dan pengaruh tersebut dalam penataan lingkungan buatan, yaitu terjadinya implikasi dengan berbagai kehidupan bermasyarakat.
Hasil dari penurunan konsep tata ruang ini
sangat beragam, namun Ardi P. Parimin (1986) menyimpulkan adanya 4 atribut
dalam perumahan tradisional, yaitu:
1) Atribut Sosiologi
Menyangkut sistem kekerabatan masyarakat
yang dicirikan dengan adanya sistem desa adat, sistem banjar, sistem subak,
sekeha, dadia, dan perbekalan.
2) Atribut Simbolik
Berkiatan dengan orientasi perumahan,
orientasi sumbu utama desa, orientasi rumah dan halamannya.
3) Atribut Morpologi
Menyangkut komponen yang ada dalam suatu
perumahan inti (core) dan daerah periphery di luar perumahan, yang masing-masing
mempunyai fungsi dan arti pada perumahan tradisional.
4) Atribut Fungsional
Menyangkut fungsi perumahan tradisional pada
dasarnya dicirikan dengan adanya 3 desa.
Konsep Dan Gagasan Yang Diusulkan
Sebagai kota yang beragam secara etnik dan
budaya, menarik lebih banyak imigran dari seluruh dunia sebagai tempat yang
diinginkan untuk menetap. Namun dengan daerah perkotaan yang luas, dan
permintaan perumahan yang terjangkau, kerapatan perumahan perlu ditingkatkan
secara dramatis.
Tinggal di apartemen bertingkat tinggi berpasangan
dengan kehidupan kota dan teknologi berkecepatan tinggi telah terbukti
berkontribusi pada penurunan tajam dalam interaksi sosial di antara penduduk.
Hasilnya menjadi berkurangnya kualitas hidup dan isolasi sosial menjadi salah
satu ancaman terbesar untuk membentuk kehidupan kota yang harmonis di era
tersebut.
Proyek saya menargetkan solusi yang mencari
jalan tengah antara perumahan dengan kerapatan tinggi dan rumah pinggiran
tradisional yang terpisah. Perumahan sosial yang memadukan berbagai jenis
keluarga yang tinggal berdekatan untuk mendorong keterlibatan sosial di antara
penduduk. Dengan demikian, tipologi baru komunitas perumahan pinggiran kota
dibutuhkan agar sesuai dengan gaya hidup baru.
Usulan untuk menciptakan kehidupan di
seluruh masyarakat mengenalkan kesempatan bagi tetangga dan orang asing untuk
saling berbicara satu sama lain. Misalnya, di dalam peternakan berkebun
komunal, penduduk berbagi tanggung jawab untuk merawat vegetasi dan juga
fasilitas berkebun dan kemudian menjual atau menukar produk di pasar
loak.
Setiap hunian memiliki taman bernafas
tersendiri, zona penyangga untuk tetap berhubungan dengan alam dan terbuka ke
langit. Selain itu, hunian yang terus menerus menggabungkan kehidupan komunitas
yang dinamis dengan kehidupan pribadi yang tenang. Proyek ini mengacu pada
aktivitas sosial di masyarakat yang juga mewakili makna lain semua kehidupan di
dunia.
Budaya tradisional, dalam kehidupan sehari-hari yang berhubungan dengan Tatwa, Susila, dan
Upacara untuk mecapai tujuan (Dharma), yaitu “Moksartham Jagadhita Ya Ca Iti
Dharma”, dimana harus tercapai hubungan yang harmonis antara alam semesta yang
merupakan Bhuana agung (makro kosmos) dengan manusia sebagai Bhuana alit (Mikro
kosmos). Dalam hal ini, perumahan (Bhuana agung) sedangkan manusia (Bhuana
alit) yang mendirikan dan menempati wadah tersebut. Hubungan antara Bhuana
agung dengan Bhuana alit yang harmonis dapat tercapai melalui unsur-unsur
kehidupan yang sama yatu “Tri Hita Karana”.
Perumahan
tradisional sebagai wadah yang memiliki landasan Tatwa; yaitu Susila; etika dalam mencapai hubungan yang harmonis,
dan Upacara; pelaksanaan lima macam persembahan (Panca Yadnya). Rumah
tradisional selain menampung aktivitas kebutuhan hidup sehari-hari, juga untuk
menampung kegiatan upacara adat, memiliki landasan filosofi
hubungan yang harmonis antara Bhuana agung dengan Bhuana alit, konsepsi Manik
Ring Cucupu, Tri Hita Karana, hirarkhi tata nilai Tri Angga, HuluTeben, sampai
melahirkan konsep Sanga Mandala yang membagi ruang menjadi sembilan segmen
berdasarkan tingkat nilai ke -Utamaannya. Konsepsi-konsepsi ini juga berlaku
untuk perumahan tradisional.
0 Response to "Perumahan Kerapatan Tinggi Dan Tradisional Terpisah"
Post a Comment