Rumah adalah salah
satu jenis ruang tempat manusia beraktivitas, harus dipandang dari seluruh sisi
faktor yang mempengaruhinya dan dari sekian banyak faktor tersebut, yang
menjadi sentral adalah manusia. Dengan kata lain, konsepsi tentang rumah harus
mengacu pada tujuan utama manusia yang menghuninya dengan segala nilai dan
norma yang dianutnya.
Pengertian Perumahan Dan Kawasan Pemukiman
Menurut Pasal 1 angka (1) Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, yang dimaksud
dengan perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman, baik
perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan
utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni.
Dalam banyak istilah rumah lebih digambarkan
sebagai sesuatu yang bersifat fisik (house, dwelling, shelter) atau bangunan
untuk tempat tinggal/ bangunan pada umumnya (seperti gedung dan sebagainya).
Jika ditinjau secara lebih dalam rumah tidak sekedar bangunan melainkan konteks
sosial dari kehidupan keluarga di mana manusia saling mencintai dan berbagi
dengan orang-orang terdekatnya.
Dalam pandangan ini rumah lebih merupakan
suatu sistem sosial ketimbang sistem fisik Hal ini disebabkan karena rumah
berkaitan erat dengan manusia, yang memiliki tradisi sosial, perilaku dan
keinginan-keinginan yang berbeda dan selalu bersifat dinamis, karenanya rumah
bersifat kompleks dalam mengakomodasi konsep dalam diri manusia dan
kehidupannya. Beberapa konsep tentang rumah:
1)
Rumah sebagai
pengejawantahan jati diri; rumah sebagai simbol dan pencerminan tata nilai
selera pribadi penghuninya
2)
Rumah sebagai wadah
keakraban; rasa memiliki, rasa kebersamaan, kehangatan, kasih dan rasa aman
3) Rumah sebagai tempat
menyendiri dan menyepi; tempat melepaskan diri dari dunia luar, dari tekanan
dan ketegangan, dari dunia rutin
4)
Rumah sebagai akar
dan kesinambungan; rumah merupakan tempat kembali pada akar dan menumbuhkan
rasa kesinambungan dalam untaian proses ke masa depan
5)
Rumah sebagai wadah
kegiatan utama sehari-hari
6)
Rumah sebagai pusat
jaringan sosial
7)
Rumah sebagai
Struktur Fisik
Dalam pendekatan teknis, perumahan yang
berorientasi terhadap kepuasan penghuni harus memenuhi syarat-syarat berikut:
1)
Struktur dan
konstruksi rumah yang cukup kuat dan aman
2) Material bangunan
yang menjamin terciptanya kenyamanan dan kesehatan di dalam rumah
3) Prasarana/infrastruktur
yang memenuhi standar kenyamanan, kesehatan dan keamanan lingkungan.
Beberapa kriteria permukiman atau kawasan
permukan yang layak adalah sebagai berikut;
1) Jaminan Perlindungan Hukum
Perlindungan hukum mengambil banyak bentuk,
diantaranya penyewaan akomodasi (publik dan swasta), perumahan kolektif,
kredit, perumahan darurat, pemukiman informal, termasuk penguasaan tanah dan
properti. Meskipun ada beragam jenis perlindungan hukum, setiap orang harus
memiliki tingkat perlindungan hukum yang menjamin perlindungan hukum. Pihak Negara harus secara
bertanggung jawab, segera mengambil tindakan-tindakan yang bertujuan
mengkonsultasikan jaminan perlindungan hukum terhadap orangorang tersebut dan
rumah tangga yang saat ini belum memiliki perlindungan, konsultasi secara benar
dengan orang-orang atau kelompok yang terkena.
2) Ketersediaan Layanan
bahan-bahan baku, fasilitas, dan infra
struktur. Tempat tinggal yang layak harus memiliki fasilitas tertentu yang
penting bagi kesehatan, keamanan, kenyamanan, dan nutrisi. Semua penerima
manfaat dari hak atas tempat tinggal yang layak harus memiliki akses yang berkelanjutan
terhadap sumber daya alam dan publik, air minum yang aman, energi untuk
memasak, suhu dan cahaya, alat-alat untuk menyimpan makanan, pembuangan sampah,
saluran air, layanan darurat.
3) Keterjangkauan
Biaya pengeluaran seseorang atau rumah
tangga yang bertempat tinggal harus pada tingkat tertentu dimana pencapaian dan
pemenuhan terhadap kebutuhan dasar lainnya tidak terancam atau terganggu.
Tindakan harus diambil oleh Negara Pihak untuk memastikan bahwa persentasi
biaya yang berhubungan dengan tempat tinggal, secara umum sepadan dengan
tingkat pendapatan. Negara Pihak harus menyediakan subsidi untuk tempat tinggal
bagi mereka yang tidak mampu memiliki tempat tinggal, dalam bentuk dan tingkat
kredit perumahan yang secara layak mencerminkan kebutuhan tempat tinggal. Dalam
kaitannya dengan prinsip keterjangkauan, penghuni harus dilindungi dengan
perlengkapan yang layak ketika berhadapan dengan tingkat sewa yang tidak masuk
akal atau kenaikan uang sewa. Di masyarakat, dimana bahan-bahan baku alam
merupakan sumber daya utama bahan baku pembuatan rumah, Negara Pihak harus
mengambil langkah-langkah untuk memastikan ketersediaan bahan baku tersebut.
4) Layak Huni
Tempat tinggal yang memadai haruslah layak
dihuni, artinya dapat menyediakan ruang yang cukup bagi penghuninya dan dapat
melindungi mereka dari cuaca dingin, lembab, panas, hujan, angin, atau
ancamanancaman bagi kesehatan, bahaya fisik bangunan, dan vektor penyakit.
Keamanan fisik penghuni harus pula terjamin. Komite mendorong Negara Pihak
untuk secara menyeluruh menerapkan Prinsip Rumah Sehat yang disusun oleh WHO
yang menggolongkan tempat tinggal sebagai faktor lingkungan yang paling sering
dikaitkan dengan kondisi-kondisi penyebab penyakit berdasarkan berbagai
analisis epidemiologi; yaitu, tempat tinggal dan kondisi kehidupan yang tidak
layak dan kurang sempurna selalu berkaitan dengan tingginya tingkat kematian
dan ketidaksehatan.
5) Aksesibilitas
Tempat tinggal yang layak harus dapat
diakses oleh semua orang yang berhak atasnya. Kelompok-kelompok yang kurang
beruntung seperti halnya manula, anak-anak, penderita cacat fisik, penderita
sakit stadium akhir, penderita HIVpositif, penderita sakit menahun, penderita
cacat mental, korban bencana alam, penghuni kawasan rawan bencana, dan
lain-lain harus diyakinkan mengenai standar prioritas untuk lingkungan tempat
tinggal mereka.
6) Lokasi
Tempat tinggal yang layak harus berada di
lokasi yang terbuka terhadap akses pekerjaan, pelayanan kesehatan, sekolah,
pusat kesehatan anak, dan fasilitasfasilitas umum lainnya. Di samping itu,
rumah hendaknya tidak didirikan di lokasi-lokasi yang telah atau atau akan
segera terpolusi, yang berakibat buruk untuk para penghuninya.
7) Kelayakan budaya.
Cara rumah didirikan, bahan baku bangunan
yang digunakan, dan kebijakankebijakan yang mendukung kedua unsur tersebut
harus memungkinkan pernyataan identitas budaya dan keragaman tempat tinggal.
Berbagai aktivitas yang ditujukan bagi peningkatan dan modernisasi dalam
lingkungan tempat tinggal harus dapat memastikan bahwa dimensi-dimensi budaya
dari tempat tinggal tidak dikorbankan, dan bahwa, diantaranya,
fasilitas-fasilitas berteknologi modern, juga telah dilengkapkan dengan
semestinya.
Tak bisa dipungkiri, hunian vertikal atau
apartemen menjadi pilihan tempat tinggal yang paling efektif dan efisien untuk
masyarakat, khususnya masyarakat perkotaan. Terlebih lagi, lahan untuk
perumahan kian terbatas. Maka dari itu, pengenalan hunian vertikal sebaiknya
dilakukan sejak usia dini karena anak-anak ini yang akan memanfaatkannya di kemudian
hari.
Deskripsi Desain Yang Diusulkan
Sudah diketahui bahwa dibandingkan dengan
daerah pinggiran kota, kepadatan penduduk perkotaan dapat memiliki banyak
keunggulan keberlanjutan. Namun, sementara kehidupan perkotaan sangat menarik
bagi banyak keluarga dengan anak-anak, persediaan hyperdensity dan arsitektur
bertingkat kita saat ini tampaknya sedikit menawarkan demografis ini dengan
mayoritas mengakomodasi sebagian besar apartemen dengan 1 atau 2 kamar tidur,
dengan sedikit layanan dan ruang yang kebutuhan keluarga atau
keinginan. Yang lebih buruk lagi, banyak penelitian empiris yang
menyarankan agar tinggal di bangunan-bangunan tinggi yang khas dapat merugikan
anak-anak, bahwa hubungan sosial mereka lebih impersonal, dan mereka mungkin
memiliki lebih sedikit teman daripada mereka yang tinggal di rumah bertingkat
rendah. Tak heran bila, bagi banyak keluarga, rumah terpisah di jalan
pinggiran kota tetap menjadi idamannya.
Proyek ini bertujuan untuk mengatasi
kekhawatiran melalui penciptaan anak bertubuh tinggi. Secara khusus ia melihat
bagaimana arsitektur hyperdense dapat mendorong aktivitas terpenting bagi
anak-anak bermain.
Masterplan ini terdiri dari sebuah sekolah
multi-lantai yang menghadap ke utara, dengan menara perumahan di belakangnya.
Stasiun kereta api yang ada di bawah kawasan ini, membatasi kesempatan untuk
bermain di lapangan. Dengan demikian, proyek ini mendapat inspirasi dari konsep
rumah pohon anak-anak, dan mengangkat ruang bermain, interaksi dan aktivitas
positif.
Secara khusus, perancangan tersebut
mencerminkan koridor tengah steril yang terlihat di kebanyakan menara, dan
membuka ini ke dalam serangkaian ruang bermain multi-lantai yang menghubungkan
semua apartemen, menyediakan slide, polong dan area studi yang tenang untuk
anak-anak. Pengaturan unit hunian masing-masing pihak memfasilitasi pengawasan
informal dari orang tua, dan juga memberi kesempatan untuk ventilasi silang
semua unit.
Menanggapi bangunan
peninggalan yang berdekatan, dan jalan-jalan lokal, batu bata wajah digunakan
sebagai bahan bangunan utama, memberikan unsur rumah tangga dan menahan diri
terhadap ruang-ruang yang menyenangkan. Meskipun demikian, proyek ini
mengeksplorasi kegembiraan pada ketinggian dengan menyesuaikan porositas batu
bata yang terkena dampak dan tanggap terhadap pandangan yaitu estetika dan
bayangan matahari.
0 Response to "Anak Dan Hunia Vetikal "
Post a Comment