Pada tulisan ini saya akan mengulas dengan
sederhana dan lengkap tentang pengertian mandor ataupun yang berhubungan
seputar profesi mandor. Mungkin untuk sebagian orang tidak terlalu mengetahui
apa itu mandor dan orang seperti apa, mereka sebenernya mungkin pernah
mendengar kata mandor ketika rumahnya di renovasi tetapi tidak mengetahui
detail dari profesi itu, dan ketika orang tersebut bekerja katakanlah pada
dunia konstruksi orang itu mencari informasi di mesin pencari dengan kata kunci
mandor adalah atau pengertian mandor. Inilah yang melatar belakangi saya menulis
tentang mandor mulai dari pengertian tugas sampai aspek hokum konstruksi yang
berkaitan dengan mandor.
Setiap
organisasi tentunya mempunyai berbagai tujuan yang hendak dicapai. Tujuan
tersebut di raih dengan mendayagunakan sumber-sumber daya yang ada. Kendati
berbagai sumber daya yang ada penting bagi oraganisasi, satu-satunya faktor
yang menunjukkan keunggulan kompetitif potensial adalah sumber daya manusia dan
bagaimana sumber daya itu dikelola.
Definisi Mandor
Mandor
adalah selaku manajer pada line terdepan yang akan menetukan dalam pencapaian
hasil akhir dari suatu kegiatan. Bagian terbesar masalah-masalah produktivitas
dan efisiensi pekerjaan konstruksi yang harus diperhatikan dan dikendalikan
terdapat pada jenjang ini. Sehingga untuk dapat mengwujudkan cakupan fungsi dan
tugas yang semakin luas tersebut, wawasan dan kualifikasi mandor harus
ditingkatkan pula. Salah satu cara untuk menumbuhkan semangat profesional
dalam rangka meningkatkan hasil karya yang lebih sangkil.
Mandor
bertugas mendatangkan sejumlah tenaga kerja sesuai kualifikasi yang diperlukan
seperti kelompok tukang kayu, batu, besi dan sebagainya, dan sekaligus memimpin
dan mengawasi pekerjaan mereka.
Tugas
kepada mandor diberikan dalam bentuk patisipasi pemborongan dan upah tenaga
kerja untuk suatu bagian pekerjaan yang harus diselesaikan dalam jangka waktu
tertentu. Perjanjian pemborongan tersebut tentu saja harus didasarkan pada
kesepakatan yang tegas, jelas, dan profesional, sebagaimana layaknya yang
diterapkan dalam kontrak perjanjian untuk pekerjaan subkontrak.
Dalam
industri konstruksi, banyak perusahaan yang menggunakan jasa mandor. Mandor
adalah orang yang memimpin buruh-buruh lepas. Dengan menggunakan sistem mandor,
perusahaan konstruksi hanya berhubungan dengan mandor saja sebagai pihak
ketiga, tidak perlu berhubungan/bertanggung jawab terhadap buruh. Mandor ini
bersifat perorangan dan tidak berbadan hukum. Ada dua tipe mandor, yang pertama
adalah mandor yang dikontrak untuk melaksanakan sebagian pekerjaan dan mandor
yang dikontrak untuk menyediakan tenaga kerja. Sejauh pengamatan saya, banyak
mandor yang tidak membayar buruhnya sesuai dengan UMP dan tidak pernah
mengikutsertakan buruh dalam jaminan ketenagakerjaan (JHT, JK, JKM, dan JPK).
Tugas
Mandor Konstruksi
Tentunya
ketika bekerja pada dunia kontruksi dan mengerja beberapa proyek yang cukup
besar, ada yang disebut dengan mandor besi, mandor gali tanah, mandor kayu dan
lainya, tetapi pada dasarnya semuanya sama artinya mengemban tugas yang sama
hanya saja item pekerjaannya saja yang berbeda, maka dari itu pada tulisan yang
saya buat saya memaparkan tugas mandor secara universal atau umum, tugas mandor
diantaranya:
1) Membaca
Memahami Gambar kerja dan menerjemahkannya ke dalam langkah - langkah operasional
2) Melakukan
Peninjauan Dan pengukuran Lapangan (setting Out)
3) Menghitung
Perkiraan Volume Pekerjaan, kebutuhan tenaga kerja, nahan dan alat
4) Menghitung
Harga Satuan Ongkos Kerja
5) Merundingkan
Harga Borongan Pekerjaan
6) Membuat
Jadwal Dan Recana Kerja
7) Menyiapkan
Dan Mengatur pembagian Tugas para Tukang Dan Pekerja
8) Mengawasi
kegiatan Para Tukang dan pekerja dalam melakukan pekerjaan
9) Mengawasi
kegiatan para tukang dan pekerja dalam melaksanakan pekerjaan
10)Menerapkan keselamatan dan
kesehatan kerja
11)Mengukur dan Menghitung
hasil kerja/opname
12)Melaporkan hasil kegiatan
pelaksanaan pekerjaan dan menagih pembayaran
13)Membayar Upah Para Tukang
Dan Pekerja.
Aspek Hukum Dalam Konstruksi
Pada
bagian ini saya menjelaskan profesi mandor dan kaitannya dengan aspek hukum,
atau lebih dikenal dengan aspek hukum dalam pembangunan, pada setiap ruang
lingkup pekerjaan tentu memiliki ruang hukum, tidak hanya dalam dunia
konstruksi tetapi dalam dunia bisnis juga ada, untuk itu saya sebagai akademisi
akan menjelaskan profesi mandor dari segi hukum yang menaunginya, saya akan
memaparkan simulasi terlebih dahulu, berupa pertanyaan atau kasus yang muncul
setelah membaca bagian definisi mandor pada paragaf empat diatas.
Baca:
Peran Penting Supervisor
Dibawah
ini merupakan pertanyaan yang muncul seputar hal yang berkaitan dengan mandor:
1) Apakah
Mandor yang Memimpin Buruh Lepas sama dengan Outsourcing? Dan Sejauh manakah
kesesuaian sistem mandor ini dengan peraturan perundangan yang berlaku
khususnya perundangan yang berkaitan dengan outsourcing?
Sekelumit
pertanyaan barusan maka dibawah ini merupakan pemaparan jawaban yang menjawab
semuanya dari berbagai aspek hukum.
Dalam
konsepsi hukum perdata, penyerahan pelaksaan pekerjaan dari suatu
pihak (pihak yang memborongkan, atau aanbesteder) kepada pihak
lainnya (si pemborong, atau aannemer) untuk menyelenggarakan
suatu pekerjaan yang ditentukan (termasuk yang lazim diterapkan dalam
industri konstruksi) disebut dengan pemborongan pekerjaan (de
overeenkomst tot hetaanneming van werk) [vide Pasal 1601b jo Pasal
1601 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata – Burgerlijke
Wetboekatau “BW”].
Ketentuan
mengenai pemborogan pekerjaan ini diatur rinci dalam Bagian Keenam
mengenai Pemborongan Pekerjaan (Pasal 1604 - Pasal 1616 BW)
sebagai subbagian dari Bab Ketujuh A tentang Perjanjian-perjanjian Untuk
Melakukan Pekerjaan, Buku Ketiga BW.
Demikian
juga diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan lainnya,
seperti Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Peraturan Presiden No. 70 Tahun 2012 (“Perpres 54/2010”),
dan secara khusus ada juga yang diatur dalam AV-1941 (Algemene
Voorwaarden voor de Uitvoering bij Aanneming van Openbare Werken in
Indonesia -1941). Selanjutnya juga ada pengaturan pola kemitraan
(outsourcing dan sub-kontraktor) yang diamanatkan dalam Pasal 26
dan Pasal 28 Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah (“UU UMKM”).
Sejak
lahirnya Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU
No. 13/2003”), terdapat perubahan signifikan. UU No. 13/2003 ini
mengatur khusus tentang penyerahan pekerjaan-pekerjaan borongan yang
bersifat continue (terus-menerus ada) dan dikerjakan oleh
pekerja/buruh perusahaan penerima pemborongan (vendor) atau perusahaan
penyedia jasa pekerja/buruh (service provider) yang menyatu dengan karyawan
perusahaan pemberi pekerjaan atau perusahaan pengguna jasa pekerja/buruh
(user) dalam satu proses produksi untuk pelaksanaan pekerjaan suatu
jenis produkyang sama dan/atau pada tempat kerja yang sama.
Dalam Pasal
64 UU No. 13/2003 disebutkan, suatu perusahaan (user) dapat
menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya
(vendor/service provider) melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau
perjanjian penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis.
Maksudnya,
penyerahan pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dalam Pasal 64 UU No. 13/2003
adalah pekerjaan yang bersifat continue dan/atau terusmenerus
ada, serta bersifat tetap. Pekerjaan dimaksud
dibedakan atas kegiatan-kegiatan yang berhubungan langsung dengan
proses produksi (barang/jasa), yang dalam undang-undang disebut dengan
“kegiatan penunjang” [vide Pasal 65 ayat (2) huruf c UU No. 13/2003],
dan kegiatan-kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses
produksi, atau dalam undang-undang disebut “kegiatan jasa penunjang”
[lihat Pasal 66 ayat (1) UU No. 13/2003].
Dalam Penjelasan
Pasal 66 ayat (1) UU No. 13/2003 disebutkan, bahwa yang dimaksud
dengan kegiatan jasa penunjang, adalah kegiatan yang tidak berhubungan langsung
dengan proses produksi, yakni kegiatan yang berhubungan di luar usaha pokok
(core business) suatu perusahaan. Dalam arti, bukan dalam alur proses produksi
(barang/jasa). Kegiatan tersebut, antara lain:
1) usaha
pelayanan kebersihan (cleaning service);
2) usaha
penyediaan makanan bagi pekerja/buruh, catering;
3) usaha
tenaga pengamanan (security/satuan pengamanan);
4) usaha
jasa penunjang di pertambangan dan perminyakan; serta
5) usaha
penyediaan angkutan pekerja/buruh.
Dengan
demikian secara a-contrario, kegiatan penunjang adalah
bagian-bagian/sub-bagian kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses
produksi dari suatu produk (barang/jasa) yang bukan dan tidak
termasuk kegiatan pokok (core business) akan tetapi hanya
kegiatan supporting dan merupakan profesionalisme dan kompetensi
suatu perusahaan tertentu [vide Pasal 65 ayat (2) huruf c jo. Pasal 66
ayat (1) UU No. 13/2003].
Berdasarkan
ketentuan dan penjelasan di atas, dengan demikian setelah adanya UU
No.13/2003, penyerahan pelaksanaan pekerjaan suatu perusahaan
(aanbesteder) kepada perusahaan lain (aannemer) saat ini dibedakan menjadi:
1) Penyerahan
pekerjaan yang bersifat sporadik dan hanya temporary; dan
2) Penyerahan
sebagian pelaksanaan pekerjaan yang bersifat terus-menerus ada (continue) yang
melekat pada suatu produk yang sama atau dilakukan pada tempat kerja yang sama.
Ini
dibedakan lagi, menjadi:
a) Perjanjian
pemborongan pekerjaan (Pasal 65 jo. Pasal 64 UU No. 13/2003 dan Bab
IIPeraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia No. 19
Tahun 2012 tentang Syarat-Syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan
Kepada Perusahaan Lain – “Permenakertrans Nomor 19 Tahun 2012”) dan
b) Perjanjian
penyediaan jasa pekerja/buruh (Pasal 66 jo. Pasal 64 UU No. 13/2003 dan
Bab III Permenakertrans Nomor 19 Tahun 2012).
Jenis
penyerahan pelaksanaan pekerjaan pada butir 2 di atas itulah yang lazim
disebut outsourcing. Maksudnya, dalam pelaksanaan pekerjaannya, ada
karyawan internal user (yang lazim disebut karyawan organik), dan ada
karyawan eksternal dari luar (outsource) yang merupakan
karyawan non organik dari vendor/service provider, karyawan
inilah yang disebut -dengan istilah yang salah- “tenaga outsourcing”.
Pada
penyerahan pekerjaan yang bersifat sporadik dan hanya temporary,
pengaturannya masih tetap merupakan domain hukum perdata (dalam BW atau dalam
Perpres 54/2010 dan AV-1941).
Sedangkan
penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan yang bersifat terus menerus ada
(continue) yang melekat pada suatu produk yang sama atau dilakukan pada tempat
kerja yang sama, secara prinsip juga tunduk pada ketentuan hukum
perdata sepanjang tidak diatur khusus dalam UU No. 13/2003 dan peraturan
terkait.
Namun
jika telah diatur khusus dalam UU No. 13/2003 dan peraturan pelaksanaanya,
maka berlaku azas kekhususan (lex specialis derogate legi generali). Artinya,
ketentuan yang bersifat khsusus (dalam UU No. 13/2003) mengenyampingkan
ketentuan yang bersifat umum (dalam BW).
Berkenaan
dengan permasalahan yang Saudara sampaikan terkait mandor yang
bersifat perorangan dan tidak berbadan hukum, bukan
konteks outsourcing sebagaimana dimaksud Pasal 64 -
Pasal 66 UU No. 13/2003 dan Permenakertrans Nomor 19 Tahun
2012. Ini karena salah satu persyaratan untuk dapat menjalankan usaha
sebagai perusahaan outsourcing adalah badan usahanya harus
berbentuk PT.
Oleh
karena itu, mandor yang Anda maksud tunduk pada ketentuan hukum perdata
(dalam BW) dan/atau peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait,
seperti Perpres 54/2010 dan AV-1941 serta UU UMKM.
Pada
peraturan perundang-undangan dimaksud, tidak ada ketentuan dan persyaratan
mengenai bentuk usahanya (entity) harus berbentuk badan hukum (legal entity).
Bahkan entity kontraktornya pun dapat berbentuk bukan badan hukum
atau sekedar perusahaan perorangan. Berbeda halnya denganPasal 6 ayat
(1) Permenaker No. 06/Men/1985 tentang Perlindungan Pekerja Harian
Lepas yang mengatur ketentuan mengenai bentuk entitas penerima pemborongan
(sub-kontraktor), bahwa perusahaan kontraktor (main contractor) atau
sub-kontraktor (sub-con) yang mempekerjakan pekerja harian lepas (Buruh Harian
Lepas) harus berbadan hukum. Ketentuan tersebut sudah dicabut dan tidak pernah
diatur lagi dalam peraturan perundang-undangan yang menggantikannya.
Perlindungan Hak
Permasalahan
lainnya, bagaimana hubungan kerja pekerja dengan mandor dan
perlindungan hak-hak tenaga kerja yang dipekerjakannya?
Persoalan
hubungan kerja antara sub-kontraktor atau mandor dengan pekerjanya,
tetap berlaku ketentuan yang diatur dalam UU No. 13/2003. Termasuk
ketentuan mengenai jenis hubungan kerjanya, yang lazimnya dapat dilakukan
melalui perjanjian kerja untuk waktu tertentu (PKWT) sepanjang
memenuhi syarat dan ketentuan dalam Pasal 59 UU No. 13/2003.
Demikian
juga mengenai jaminan sosialnya, sepanjang memenuhi ketentuan syarat
kepesertaan (saat ini) dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Undang-Undang No. 3 Tahun 1992
Jaminan Sosial Tenaga Kerja, khususnya Pasal 2 ayat (3) Peraturan
Pemerintah No. 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial
Tenaga Kerja sebagaimana terakhir diubah dengan Peraturan Pemerintah
No. 84 Tahun 2013 jo. Keputusan Menteri Tenaga Kerja
No. KEP-150/MEN/1999 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Program
Jaminan Sosial Tenaga Kerja Bagi Tenaga Kerja Harian Lepas, Borongan dan
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu jo. Keputusan Menteri Tenaga Kerja
No. KEP-196/MEN/1999 Tahun 1999 tentangPenyelenggaraan Program Jaminan
Sosial Tenaga Kerja Bagi Tenaga Kerja Harian Lepas, Borongandan Perjanjian
Kerja Waktu Tertentu Pada Sektor Jasa Konstruksi, maka wajib didaftarkan
sebagai peserta jamsostek.
Selanjutnya
mengenai upahnya yang tidak sesuai dengan ketentuan upah minimum, hemat saya
tinggal melaporkan kepada pihak yang berwajib bilamana terdapat
pelanggaran-pelanggaran hak-hak normatif karyawan untuk selanjutnya dilakukan
kontrol dan law enforced.
Dasar
Hukum:
AV-1941
(Algemene Voorwaarden voor de Uitvoering bij Aanneming van Openbare Werken in
Indonesia -1941):
1) Undang-Undang
No. 3 Tahun 1992 Jaminan Sosial Tenaga Kerja;
2) Undang-Undang
No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
3) Undang-Undang
No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional;
4) Undang-Undang
No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;
5) Peraturan
Pemerintah No. 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial
Tenaga Kerja sebagaimana terakhir diubah dengan Peraturan Pemerintah
No. 84 Tahun 2013;
6) Peraturan
Presiden No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden No. 70 Tahun
2012;
7) Peraturan
Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia No. 19 Tahun 2012
tentang Syarat-Syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada
Perusahaan Lain;
8) Keputusan
Menteri Tenaga Kerja No. KEP-150/MEN/1999 Tahun
1999 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja Bagi
Tenaga Kerja Harian Lepas, Borongan dan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu;
9) Keputusan
Menteri Tenaga Kerja No. KEP-196/MEN/1999 Tahun
1999 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja Bagi
Tenaga Kerja Harian Lepas, Borongan dan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
Pada Sektor Jasa Konstruksi.
Demikian yang saya jelaskan dari mulai pengertian
sampai bagian akhir yaitu bagian aspek hukum dan konstruksi, semoga tulisan ini
memberikan informasi lebih dan menjadi manfaat bagi pembaca. Sekian dan
terimakasih.
0 Response to "Mandor"
Post a Comment