Struktur
jembatan terdiri dari struktur bawah (substruktur) dan struktur atas
(supperstruktur). Bagian bawah jembatan memikul atau mendukung bagian atas dan
meneruskan beban bagian atas dan beban lalu lintasnya kepada tanah dasar.
Struktur atas jembatan adalah bagian dari struktur jembatan yang secara
langsung menahan beban yang ditimbulkan oleh lalu lintas kendaraan, manusia dan
lain-lain, untuk selanjutnya disalurkan kepada bangunan bawah jembatan.
Bagian-bagian pada struktur bangunan atas jembatan terdiri atas struktur utama, sistem lantai, sistem perletakan dan perlengkapan lainnya seperti bangunan pengaman jembatan. Struktur utama bangunan atas jembatan dapat berbentuk pelat, gelagar, sistem rangka, gantung, jembatan kabel (cable stayed) atau pelengkung.
Bagian-bagian pada struktur bangunan atas jembatan terdiri atas struktur utama, sistem lantai, sistem perletakan dan perlengkapan lainnya seperti bangunan pengaman jembatan. Struktur utama bangunan atas jembatan dapat berbentuk pelat, gelagar, sistem rangka, gantung, jembatan kabel (cable stayed) atau pelengkung.
Struktur
bawah jembatan adalah Adalah bagian dari struktur jembatan yang umumnya
terletak di sebelah bawah bangunan atas dengan fungsi untuk menerima dan
memikul beban dari bangunan atas agar dapat disalurkan kepada pondasi. Bangunan
bawah dibagi menjadi 2 (dua) bagian yaitu kepala jembatan (abutment) atau pilar
(pier) dan pondasi untuk kepala jembatan atau pilar. Struktur bangunan bawah
perlu didesain khusus sesuai dengan jenis kekuatan tanah dasar dan elevasi
jembatan.
Pada
kesempatan ini saya akan membahas bagian struktur atas jembatan, salah satunya
adalah Girder, sya mulai membahas untuk perencanaan girder/gelagar khususnya
tipe I, kita mulai dengan pengertian girder, macam-macam baja prategang untuk
girder, perencanaan balok prategang, perhitungan kabel tendon dan penulangan
girder/gelagar.
Umum
PCI Girder |
Umumnya
girder merupakan balok baja dengan profil I, namun girder juga dapat berbentuk
box (box girder), atau bentuk lainnya.
Menurut material penyusunnya girder dapat terdiri dari girder beton dan girder baja. Sedangkan menurut sistem perancangannya, girder terdiri dari girder precast yaitu girder beton yang telah di cetak di pabrik tempat memproduksi beton kemudian beton tersebut di bawa ke tempat pembangunan jembatan atau fly over dan pada saat pemasangan dapat menggunakan girder crane. Selain girder precast, juga dikenal istilah on-site girder, yaitu girder yang di cor di tempat pelaksanaan pembangunan jembatan, girder ini dirancang sesuai dengan perancangan beton pada umumnya yaitu dengan menggunakan bekisting sebagai cetakannya.
Menurut material penyusunnya girder dapat terdiri dari girder beton dan girder baja. Sedangkan menurut sistem perancangannya, girder terdiri dari girder precast yaitu girder beton yang telah di cetak di pabrik tempat memproduksi beton kemudian beton tersebut di bawa ke tempat pembangunan jembatan atau fly over dan pada saat pemasangan dapat menggunakan girder crane. Selain girder precast, juga dikenal istilah on-site girder, yaitu girder yang di cor di tempat pelaksanaan pembangunan jembatan, girder ini dirancang sesuai dengan perancangan beton pada umumnya yaitu dengan menggunakan bekisting sebagai cetakannya.
Girder
Jembatan
Girder
dengan bentuk balok I sering disebut dengan PCI Girder (yang dibuat dari
material beton). Girder ini dapat terbuat dari bahan komposit ataupun bahan non
komposit, dalam memilih hal ini perlu dipertimbangkan berbagai hal seperti
jenis kekuatan yang diperlukan dan biaya yang dikeluarkan.
Baca:
Perencanaan PCU Girder
Baja
Prategang
Didalam
praktek baja prategang (tendon) yang dipergunakan ada 3 (tiga) macam, yaitu:
1) Kawat tunggal (wire).
Kawat
tunggal ini biasanya dipergunakan dalam beton prategang dengan system pra-tarik (pretension method).
2) Untaian kawat (strand).
Untaian
kawat ini biasanya dipergunakan dalam beton prategang dengan system pasca-tarik (post-tension).
3) Kawat batangan (bar)
Kawat
batangan ini biasanya digunakan untuk beton prategang dengan system pra-tarik
(pretension). Jenis-jenis lain tendon yang sering digunakan untuk beton
prategang pada sitem pre-tension adalah seven-wire strand dan single-wire.
Untuk seven-wire ini, satu bendel kawat teriri dari 7 buah kawat, sedangkan
single wire terdiri dari kawat tunggal.
Tabel Tipikal Baja Prategang
Baja Prategang | Diameter (mm) | Luas (mm2) | Beban Putus (kN) | Tegangan Tarik (Mpa) |
---|---|---|---|---|
Kawat Tunggal (wire) | 3 | 7.1 | 13.5 | 1900 |
4 | 12.6 | 22.1 | 1750 | |
5 | 19.6 | 31.4 | 1600 | |
7 | 38.5 | 57.8 | 1500 | |
8 | 50.3 | 70.4 | 1400 | |
Untaian Kawat (strand) | 9.3 | 54.7 | 102 | 1860 |
12.7 | 100 | 184 | 1840 | |
15.2 | 143 | 250 | 1750 | |
Kawat Batangan (bar) | 23 | 415 | 450 | 1080 |
26 | 530 | 570 | 1080 | |
29 | 6680 | 710 | 1080 | |
32 | 804 | 870 | 1080 | |
38 | 1140 | 1230 | 1080 |
PCI-Girder
Jembatan dengan panjamg span 25,6 m dari abutment 1 ke pier 1 yang terdiri dari
5 segmen girder dan menggunakan baja prategang jenis untaian kawat (strand).
Perencanaan
Balok Prategang
Beton
prategang juga dapat didefinisikan sebagai beton dimana tegangan tariknya pada
kondisi pembebanan tertentu dihilangkan atau dikurangi sampai batas aman dengan
pemberian gaya tekan permanen, dan baja prategang yang digunakan untuk
keperluan ini ditarik sebelumbeton mengeras (pratarik) atau setelah beton mengeras
(pascatarik).
No. | Dimensi | Luas Tampang | Jarak Terhadap Alas | Statis Momen | Y' | |
---|---|---|---|---|---|---|
b (cm) | H (cm) | A | Y | A*Y | ||
1 | 65 | 22,5 | 146,25 | 11,25 | 16453,125 | 59,89 |
2 | 23,5 | 10 | 117,5 | 25,83 | 3035,4 | 45,30 |
3 | 23,5 | 10 | 117,5 | 25,83 | 3035,4 | 45,30 |
4 | 18 | 125 | 2250 | 85 | 191250 | -13,86 |
5 | 18,5 | 75 | 69,37 | 145 | 10059 | 73,86 |
6 | 18,5 | 75 | 69,37 | 145 | 10059 | 73,86 |
7 | 55 | 125 | 687,5 | 153,75 | 105703.125 | 82,61 |
Total | 4773,75 | 339595.83 |
Tabel
diatas merupakan identitas dari girder/gelagar tersebut, berisi dimensi lebar
atas, lebar bawah, lebar badan, luas tampang A didapat dari perkalian b
dikaliahn h, statis momen didapat dari perkalian A dikalikan y, sementara y
merupakan jarak terhadap alas.
Setelah
itu saudara harus mencari nilai yb dan ya untuk penteuan garis netral balok
prategang, ya merupakan jarak alas terhadap a dan yb merupakan jarak alas
terhadap b, rumusnya adalah sebagai berikut:
𝑦𝑏 =
∑ 𝐴. 𝑦 / ∑ 𝐴
𝑦𝑎 =
ℎ − 𝑦𝑛
Kemudian
menghitung inersia penampang girder yang akan di analisis, pada luas pelat
lantai transformasi luas tampang gelagar induk ditambahkan tebal plat dan jarak
girder.
Dari
penjumlahan luas pelat lantai transformasi akan di dapat nilai Ac, langkah
selanjutnya adalah menghitung penentuan letak garis netral penampang komposit,
Momen inersia penampang komposit, Penentuan batas inti penampang komposit.
𝑦𝑛𝑐 =
𝑦𝑏′
= ∑ A . y / ∑ A
Momen inersia penampang komposit
𝐼𝑐 =
[𝐼𝑔 +
𝐴𝑔.
(𝑦𝑏 ′
− 𝑦𝑔)
2 ] + [ 1 /12 𝑛 𝑏𝑝. ℎ𝑝 + 𝐴𝑝.
(𝑦𝑏 ′
− 𝑦𝑝 2
)]
Penentuan batas inti penampang komposit
𝐾𝑎 ′
= 𝐼𝑐 /𝐴𝑐 .
𝑦𝑏′
𝐾𝑏′
= 𝐼𝑐 𝐴𝑐 .
𝑦𝑎′
Pembebanan
Gelagar dan Analisis Struktur
1) Berat Sendiri Gelagar
Beban merata akibat berat sendiri gelagar
(qg)
Berat
sendiri gelagar merupakan luas gelagar dikalikan berat jenis beton, dalam kasus
ini girder terbuat dari beton, berat jenis beton adalah 2400.
𝑞𝑔 =
𝐴𝑔 ∗ 𝛾𝑏
Reaksi perletakan
𝑉𝐴 =
𝑉𝐵 =
(𝑞𝑔 .
𝐿)/ 2
2) Beban Mati Sendiri
Beban
mati sendiri meliputi berat sendiri gelagar, berat pelat lantai dan rc-plate,
Berat sendiri gelagar sudah dihitung, tinggal menghitung berat pelat lantai
yaitu tebal pelat lantai dikalikan jarak gelagar kemudian dikalikan dengan
berat jenis beton.
3) Beban merata (qMS)
Beban merata akibat berat sendiri gelagar
(qg)
𝑞𝑔 =
𝐴𝑔 ∗ 𝛾b
Berat pelat lantai
𝑞𝑝 =
𝐴𝑝 ∗ 𝛾𝑏
Qg
dan qp adalah beban merata akibat berat sendiri gelagar, kemudian qp merupajan
berat pelat lantai, jika sudah diketahui hasilnya maka dijumlahkan dengan
rumus.
𝑞𝑀𝑆 =
𝑞𝑔 +
𝑞p
Reaksi perletakan
𝑉𝐴 =
𝑉𝐵 =
(𝑞𝑀𝑆 .
𝐿) /2
4) Beban Terpusat
Balok
diafragma, yang dipasang berfungsi sebagai pengaku antar gelagar induk (balok
prategang) Ukuran diafragma:
Tebal = 20 cm
Lebar
= 160 cm Tinggi = 100 cm
Ini juga sama seperti yang di atas, tebal,
lebar dan tinggi dikalikan berat jenis beton.
𝑃𝐷 =
𝑝 ∗ 𝑙 ∗ 𝑡 ∗ 𝛾b
Reaksi perletakan
𝑉𝐴 =
𝑉𝐵 =
𝑃𝑀𝑆. 𝐿 /2
5) Beban Mati Tambahan
Beban
mati tambahan adalah berat seluruh bahan yang menimbulkan suatu beban pada
balok (girder) jembatan yang merupakan elemen non-struktural, dan mungkin
besarnya berubah selama umur jembatan, girder jembatan direncanakan mampu memikul
beban mati tambahan berupa:
a.
Aspal beton (50 mm)
b.
Genangan air hujan setinggi 50 mm
c. Jarak
antar girder adalah 1,85 meter, jadi berat jenis apal yaitu 2200 dikalikan
dengan jarak antar gelagar dan gengangan air hujan.
6) Beban merata (qMA)
Berat aspal beton
𝑞𝑎𝑏 =
𝐴𝑎𝑏 ∗ 𝛾𝑎𝑠𝑝𝑎𝑙
Genangan air hujan
𝑞𝑎 =
𝐴𝑎 ∗ 𝛾w
Jadi beban mati tambahan yaitu genangan air
hujan ditambahkan dengan berat aspal beton dengan rumus:
𝑞𝑀𝐴 =
𝑞𝑎𝑏 +
𝑞𝑎
Reaksi Perletakan
𝑉𝐴 =
𝑉𝐵 =
𝑞𝑀𝐴 .
𝐿/ 2
7) Beban Lajur “D”
Beban
lajur “D” terdiri dari beban tersebar merata (BTR) yang digabung dengan beban
garis (BGT). Beban terbagi rata mempunyai intensitas q kPa, dimana besarnya q
tergantung pada panjang total yang dibebani L seperti berikut:
𝐿 ≤
30𝑚 ∶ 𝑞 = 9 𝑘𝑃𝑎
𝐿 > 30𝑚 ∶ 𝑞 = 9 ∗ (0,5 + 15 𝐿) 𝑘𝑃𝑎
Sedangkan
beban garis (BGT) dengan intensitas p kN/m harus ditempatkan tegak lurus
terhadap arah lalu lintas pada jembatan. Besarnya intensitas p adalah 49 kN/m.
dimana factor beban dinamis 1,8.
Reaksi Perletakan
𝑉𝐴 =
𝑉𝐵 =
(𝑞𝑇𝐷 .
𝐿) + (𝑃𝑇𝐷)/
2
8) Gaya rem
Pengaruh
pengereman dari lalu lintas diperhitungkan sebagai gaya dalam arah memanjang,
dan dianggap bekerja pada jarak 1,80 m diatas permukaan lantai jembatan.
Besarnya gaya rem arah memanjang jembatan 5% dari beban lajur “D” tanpa factor
beban dinamis.
Panjang balok L = 25,6
Diambil gaya rem Hrem = 250 kN = 25000 kg
Jumlah balok prategang, n = 5
Jarak antar balok prategang = 1,85 m
Lengan terhadap titik berat balok,
y = ya’ + tebal plat + tebal perkerasan +
1,8
y = 0,5391 + 0,2 + 0,05 + 1,8 = 2,59 m
beban
momen akibat gaya rem, M = Trem * y = 5000 * 2,59 = 12945,3
Gaya geser dan momen maksimum akibat pada
balok akibat gaya rem
𝑀𝑚𝑎𝑘 =
1/ 2 𝑀
𝑉𝑚𝑎𝑘 =
𝑀/ 𝐿
9) Beban Angin
Beban
angina merupakan beban skunder, pengaruh tekanan angin bekerja dalam arah
horizontal sebesar 100 kg/cm2. Dalam memperhitungkan jumlah luas bagian
jembatan pada setiap sisi digunakan jumlah luas bagian jembatan. Beban garis
merata tambahan arah horizontal pada permukaan lantai jembatan akibat angin
yang meniup kendaraan diatas lantai jembatan dihitung dengan rumus:
Tew= 0,0012* Cw * (Vw)2 kN/m
Cw =koefisiens eret, 1,2
Vw=kecepatan angin rencana, 30 m/s
Tew= 0,0012* 1,2 * (30)2
Tew
=1,296 kN/m =129,6 kg/m
Bidang
vertical yang ditiup angin merupakan bidang samping kendaraan dengan tinggi 2 m
di atas lantai kendaraan.
H = 2 m
Jarak antar roda kendaraan, x = 1,75 m
Transfer beban angin ke lantai jembatan
𝑄𝑒𝑤 =
1 /2. ℎ /𝑥 . 𝑇𝑒𝑤
10) Beban Gempa
Gaya
gempa vertikal pada balok prategang dihitung dengan menggunakan percepatan
vertikal ke bawah minimal 0,1 x g (g = percepatan gravitasi) atau 50% koefisien
gempa horizontal statik ekivalen g = 9,8 m/det2
a) Koefisien Beban Gempa Horizontal
Bekerja pada bangunan akibat respons
bangunan dan system pondasi, bukan disebabkan oleh percepatan gerakan tanah,
muatan gempa horizontal dianggap bekerja dalam arah-arah sumbu utama bangunan.
𝐾ℎ =
𝐶. 𝑆
Koefisien beban gempa vertical
𝐾𝑣 =
50%.𝐾ℎ
b) Gaya Gempa Vertical
Gaya
gempa verikal berpengaruh karena akan mengakibatkan ayunan pada item tertentu,
kantilever misalnya, akibat ayunan tersebut momen pada bagian ujung yang
terikat menjadi sangat besar dan selanjutnya akan mengakibatkan pembalikan arah
tegangan.
𝑇𝐸𝑄 ′
= 𝐾𝑣.𝐼 . 𝑊t
Beban gempa vertical
𝑄𝐸𝑄 ′
= 𝑇𝐸𝑄 ′
/𝐿
yang
harus diperhitungkan ketika menghitung beban gempa ialah lokasi jembatan, bisa
di liat pada pedoman pembebanan, lokasi yang di bangun termasuk wilayah gempa 4
atau 3 dan berada di tanah sedang atau lainya, dengan melihat pedoman gempa
saudara bisa memperoleh koefisien geser dasar.
Kombinasi
Pembebanan
Kombinasi
pebebanan pada perencanaan struktur jembatan prategang ini digunakan empat
kombinasi pembebanan pada kondisi beban ultimit yaitu:
Kombinasi 1 =
1,2MS + 1,4MA + 1,8TD + 1,8Trem
Kombinasi 2 =
1,2MS + 1,4MA + 1,8TD + 1,2EW
Kombinasi 3 =
1,2MS + 1,4MA + 1,8TD + 1,8Trem + 1,2EW
Kombinasi
4 = 1,2MS + 1,4MA + 1,8EQ
Dari
keempat kombinasi tersebut diambil kombinasi pembebanan yang paling menentukan.
Kombinasi
Momen
Dari
keempat kombinasi pembebanan tersebut diambil kombinasi pembebanan yang paling
menentukan sebagai momen total (MT) yaitu kombinasi pembebanan 3 dengan momen
yang paling menentukan.
Kontrol
Tegangan
Kontrol
penampang gelagar terhadap tegangan yang terjadi dalam hal ini dihitung
penentuan titik berat kabel di tengah bentang, kontrol terhadap luas penampang,
luas penampang yang diperlukan.
Pada
bagian control tegangan saudara harus menghitung tegangangan awal yaitu serat
atas dan serat bawah, begitu juga untuk tegangan akhir, dibagian ini tegangan
pada keadaan awal dalam artina saat transfer dijabarkan dan dibuat distribusi
tegangan, begitu juga untuk keadaan tegangan setelah kehilangan gaya prategang.
Penentuan
titik berat kabel di tengah bentang
Rumus Persamaan:
𝐹 =
𝑀𝑚𝑎𝑘
/0,65ℎ 𝐹0
= 𝐹 0,80
𝑓𝑎 =
1 4 √𝑓′c,
𝑒1
= 𝑓𝑎𝐼0 𝐹0.𝑦a
𝑒2
= 𝑀𝑔 /𝐹0
𝑒𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 =
𝑒1 + 𝑒2 + 𝑘𝑏
Tegangan awal
Serat atas
𝑓̅ 𝑎 = 1 4√𝑓′c
Serat bawah
𝑓̅ 𝑏 = −0,6 𝑓 ′ 𝑐
Tegangan akhir
Serat atas
𝑓̅ 𝑎 = 0,45 𝑓 ′c
Serat bawah
𝑓̅ 𝑏 = 1/ 2 𝑓 ′c
Perhitungan
Kabel Prestess
Hal
yang harus diketahui dalam perhitungan pada bagian ini adalah typical baja
tendon yang akan digunakan, spesifikasinya di uraikan seperti dibawah ini,
untuk saudara jikalau ingin menggunakan spesifikasi tendon yang berbeda di
Indonesia ada beberapa produsen kabel tendon yaiti DSI dan VSL, setiap produsen
memiliki data teknis dan spesifikasi masing-masing.
Data
Tendon:
Jenis strands : strand standar 7 kawat untaian ASTM A-416 grade 270
Kuat tarik strand (fpu) : 1860000 kPa
Tegangan awal strand (fpy)= 0,8 xfpu : 1488000 kPa
Tegangan akhir strand (fpi)= 0,7 xfpu :
1302000 kPa
Diameter nominal strands : ½“ (1,27 cm)
Luas tampang nominal 1 starnd (Ast) : 98,7
mm2
Beban putus minimal 1 stands (Pbs) : 176,52
kN (100% UTS)
Jumlah kawat untaian : 6
Diameter selubung ideal : 84 mm
Luas tampang strands (As) : 1094,9 mm2
Beban putus satu tendon (Pb1) : 1059,21 kN
Modulus
elastic satu strands (Es) : 1,9 x 108 kPa = 193000 MPa
Batas
Tegangan
Tegangan awal strand (fpy)= 0,8 x fpu :
1488000 kN/m2 = 14880 kg/cm2
Tegangan
akhir strand (fpi)= 0,7 x fpu : 1302000
kN/m2 = 13020 kg/cm2
Data
teknis diatas harus dipaparkan karena untuk menghitung jumlah kabel yang
diperlukan pada keadaan awal maupun pada keadaan akhir.
Daerah
Aman Penempatan Kabel Prestess
Daerah
aman penempatan kabel prestess dihitung untuk menjamin keamanan konstruksi,
sehingga titik berat kelompok kabel harus berada pada batas atas dan batas
bawah zona penempatan kabel prestess. Batas atas dan batas bawah akan bergeser
(eksentrisitas tambahan) pada saat kabel diberi tegangan. Untuk tujuan praktis
tegangan akhir serat maksimum pada kondisi beban kerja yang dibutuhkan untuk
membuat selubung c.g.s tidak melebihi (1/4 √(f'c)) = 5,092 kg/cm2 pada
serat atas dan serat bawah.
Rumus Persamaan:
𝑒′𝑏 = 1 4 √𝑓′ . 𝐴0 . 𝑘𝑏/ 𝐹0
𝑒′𝑎 = 1 4 √𝑓′ . 𝐴0 . 𝑘𝑎 𝐹𝑒𝑓f
Serat bawah (dihitung pada saat kondisi
awal)
Rumus Persamaan:
𝑎1
= 𝑀𝑔/ 𝐹0
𝑍𝑎1
= 𝑘𝑏 −
𝑎1 − 𝑒′𝑏
Serat atas (dihitung pada saat kondisi
akhir)
Rumus Persamaan:
𝑎2
= 𝑀𝑇/ 𝐹𝑒𝑓𝑓
𝑍𝑎2
= 𝑦𝑏 ′
+ 𝑘𝑎 ′
− 𝑎2 + 𝑒′𝑎
Lintasan inti kabel Persamaan lintasan
kabel
Rumus Persamaan:
𝑦0
= 4 . 𝑓 . 𝑥𝑖 (𝐿 − 𝑥 ) 𝐿 2 , 𝑑𝑖𝑚𝑎𝑛𝑎 𝑓 = 𝑒
𝑍𝑜 =
𝑦𝑏 −
𝑦0 𝑒 = 50 cm
Perhitungan
Kehilangan Gaya Prategang
Perpendekan
elastis beton (ES) Pada penampang yang menggunakan lebih dari satu kabel,
kehilangan gaya prategang ditentukan oleh kabel yang pertama ditarik dan
memakai harga setengah untuk mendapatkan kehilangan tagangan rata-rata semua
kabel dari kehilangan tegangan yang terbesar.
Diketahui:
Jumlah tendon = 4 As
1 starnd =
0.987 cm2
Jumlah strand 1 tendon = 6
As pertendon = 10,949 cm2
Fpy =
14880 kg
Fo
= (m-1) As . fpy
1) Kehilangan Gaya Prategang Akibat
Perpendekan Elastis Beton
Untuk bagian ini saudara menghitung dengan
persamaan dibawah ini dari jumlah kabel tendon yang digunakan, seperti pada
kasus ini menggunakan 4 kabel jadi dihitung mulai dari baris 4 sampai baris 1.
Pada
kabel baris 4 menggunakan persamaan
𝐸𝑆 =
∆𝑓𝑠 =
n. F0 A0
∆𝑓𝑠 =
n. (m − 1) As . fpy/ A0
Jika
saudara sudah menhitung persamaan dari semua jumlah kabel tendon maka
berikutnya dicari untuk kehilangan gaya prategang rata-rata dengan rumus ES
rata-rata seluruh kabel 1 samapai 4 dijumlahkan lalu dibagi jumlah kabel, pada
perhitungan ini jumlah kabel 4, berikut contohnya.
𝐸𝑆rata−rata
= kabel baris 1 + kabel baris 2 + kabel baris 3 + kabel baris 4/jumlah kabel.
2) Rangkak Beton (CR)
Setelah
beton mulai mengeras, beton akan mengalami pembebanan. Pada beton yang menahan
beban akan terbentuk suatu hubungan tegangan dan regangan yang merupakan fungsi
dari waktu pembebanan. Beton menunjukan sifat elastisitas murni pada waktu
pembebanan singkat, sedangkan pada pembebanan yang tidak singkat beton akan
mengalami regangan dan tegangan sesuai dengan lamanya pembebanan.
CR
= Kcr . Es/ Ec .(fci − fcd)
3) Susut Beton (SH)
Didefinisikan
sebagai perubahan volume yang tidak berhubungan dengan beban. Jika dihalangi
secara merata, proses susut dalam beton akan menimbulkan deformasi yang umumnya
bersifat menambah deformasi rangkak. Proses rangkak selalu dihubungkan dengan
susut karena keduanya terjadi bersamaan dan sering kali memberikan pengaruh
yang sama terhadap deformasi. Pada umumnya, beton yang semakin tahan terhadap
susut akan mempunyai kecenderungan rangkak yang rendah, sebab kedua fenomena
ini berhubungan dengan proses hidrasi pasta semen.
Rumus Persamaan:
SH
= εcs . Es
4) Kehilangan Gaya Prategang Akibat
Relaksasi Baja
Relaksasi
diartikan sebagai kehilangan dari tegangan tendon secara perlahan seiring
dengan waktu dan besarnya gaya prategang yang diberikan dibawah regangan yang
hampir konstan.
Terhadap
baja prategang, relaksasi merupakan kehilangan tegangan tarik pada tendon yang
dibebani gaya tarik pada panjang tendon tetap dan suhu tertentu.
Rumus Persamaan:
RE
= C(KRE − J(SH + CR + ES))
5) Persentase Kehilangan Gaya Prategang
Total
Dibawah ini merupakan rumus yang digunakan
Rumus Persamaan:
H
= ES + ANC + CR + SH + RE
Penulangan
Balok Prategang
1) Penulangan Longitudinal
Pada
saat pemasangan balok prategang, tulangan arah memanjang tidak berfungsi karena
seluruh penampang balok mengalami tekan akibat gaya prategang. Perencanaan
penulangan balok arah memanjang dipasang untuk menahan gaya pada saat
pengangkutan. Penulangan diambil 0,5% dari luas penampang balok prategang.
Sauadra
harus menghitung tulangan arah memanjang untuk luas tampang bagian atas, luas
tampang bagian bawah, luas tampang bagian badan.
Rumus Persamaan:
𝑛 = 𝐴𝑠−𝑎𝑡𝑎𝑠/ 𝐴𝑠𝑡
2) Penulangan Geser
Gaya
geser umumnya tidak bekerja sendiri, tetapi terjadi bersamaan dengan gaya
lentur momen, torsi atau normal aksial. Untuk penulangan geser harus diketahui
nilai vu, mutu beton, mutu baja yang digunakan, tinggi gelagar/girder, dan
tebal badan gelagar.
Rumus Persamaan:
𝑉𝑛 =
𝑉u/0,6
𝑉𝑐 =
1/ 6 √fc′. b. d
3) Perhitungan Penghubung Geser (Shear
Connector)
Yang
dimaksud shear connector adalah penghubung geser, Pada struktur komposit terdapat
gaya geser horisontal yang timbul selama pembebanan. Gaya geser yang terjadi
antara pelat beton dan balok baja akan dipikul oleh sejumlah penghubung geser
(shear connector) sehingga tidak terjadi slip pada saat masa layan. Untuk
mendapatkan penampang yang sepenuhnya komposit penghubung geser harus cukup
kaku sehingga dapat menahan gaya geser yang terjadi. Adanya penghubung geser
menyebabkan balok baja dan beton diatasnya bekerja secara integral.
Untuk rumus yang dugunkan adalah sebagai
berikut:
Tegangan geser horizontal
𝜏 = 𝑉𝑢 ∅ 𝑏 d
Jarak antar baris shear connector
𝑆 = 𝐴𝑠𝑡 .
𝑓𝑦/ 𝑏. 𝜏
4) Penulangan Balok Ujung (End block)
Akibat
stressing, maka pada ujung balok terjadi tegangan yang besar dan untuk
mendistribusikan gaya prategang tersebut pada seluruh penampang balok, perlu
suatu bagian ujung blok yang panjangnya sama dengan tinggi balok dengan
seluruhnya merata selebar flens balok.
Pada
bagian end block terdapat 2 macam tegangan yaitu Tegangan tarik yang disebut
bursting zone terdapat pada pusat penampang di sepanjang garis beban. Tegangan
tarik yang tinggi yang terdapat pada permukaan ujung end block yang disebut
spelling zone (daerah terkelupas).
Perhitungan
untuk mencari gaya yang bekerja pada end block adalah pendekatan dengan rumus:
Untuk angkur tunggal
𝑇0 = 0,04 𝐹 + 0.2 [ 𝑏2 − 𝑏1 𝑏2 + 𝑏1 ] 3 .𝐹
Untuk angkur majemuk
𝑇0
= 0.2 [ 2 − 𝑏1
/𝑏2 + 𝑏1 ] 3 .𝐹
𝑇𝑠 =
𝐹 3 (1 − 𝛾)
𝛾 = 2𝑎/ 2𝑏
Dimana:
T0 = gaya pada spelling zone
Ts = gaya pada bursting zone
F =
gaya prategang
b1,b2
= bagian-bagian dari prisma.
Elastomer
Bantalan
Jembatan/Elastomer berfungsi sebagai penerus beban pada bagian atas struktur
jembatan ke bagian bawah struktur Jembatan.biasanya terletak pada bagian bawah
Girder Jembatan, antara girder jembatan dan pilar jembatan. Untuk bagian
perencanaan elastomer semua data dari girder/gelagar sudah diketahui, yang
harus dipaparkan pada bagian ini adalah:
1) Reaksi perletakan (Vt)
Tabel
reaksi perletakan didalamnya meliputi jenis beban seperti, berat sendiri, beban
mati tambahan, beban lajur “D”, beban angina, kemudian dijumlahkan yang
dinamakan reaksi total.
2) Spesifikasi elastomer
Meliputi
Perubahan suhu maksimum (AC), Penyusutan suhu maksimum (η), Modulus geser
durometer hardness (G), Mutu baja.
3) Dimensi Elastomer
Tebal elastomer (t),
Panjang pelat baja (ts),
Panjang elastomer (b),
Lebar
elastomer (a)
4) Kontrol Kekuatan Elastomer
𝜎𝑣 𝑚𝑖𝑛
< 𝑃𝑒𝑟𝑠𝑦𝑎𝑟𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑙𝑖𝑝 =
100 (1 + 𝑎 𝑏)
Terhadap tegangan vertical
vmaks < 2.G. SF
SF
= 𝑎. 𝑏 𝑇/ (𝑎 + 𝑏)
Terhadap geser horizontal
𝛿 = 𝜂 . 𝐿 . 𝐴𝐶
< ∆
Demikian yang saya sampaikan biasa saudara
pertimbangkan untuk menggunkan refrensi ini atau yang lainya, yang terpenting
sesuai dengan SNI yang berlaku, sekian dan terimakasih.
0 Response to "Perencanaan Teknis Perhitungan PCI Girder Jembatan"
Post a Comment